Analisis Peran OJK

ENTER-SLIDE-2-TITLE-HERE

ENTER-SLIDE-3-TITLE-HERE

ENTER-SLIDE-4-TITLE-HERE

Tuesday, April 16, 2013

Posted by Unknown On 2:16 AM

Latar Belakang Pendirian Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia
Ada tiga sebab utama yang menjadikan OJK dirasa perlu untuk berdiri di Indonesia yaitu adanya amanat Undang-Undang No.3 Pasal 34 Tahun 2004 yang berisi bahwa Bank Indonesia mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan.. selain latar belakang yuridis ada latar belakang lain mengapa OJK harus berdiri di Indonesia yang pertama adalah sistem keuangan di Indonesia yang sudah mulai berkembang. Perkembangan ini dapat dilihat setidaknya dari tiga aspek yaitu konglomerasi bisnis yaitu satu pihak kepimilikan yang mempunyai beberapa perusahaan baik di pasar modal, perbankan, asuransi, ataupun lembaga pembiayaan. Selain itu perkembangan sisitem keuangan juga terlihat dengan adanya Hybrid Product yaitu peningkatan kompleksitas produk yang bervariasi dan yang terakhir adalah regulatory arbitrage. Selanjutnya yang menjadi latar belakang pembentukan OJK adalah banyaknya permasalahan di sektor keuangan seperti moral hazard, perlindungan konsumen yang belum maksimal dan koordinasi yang belum baik di lintas sektoral. Kesimpulannya bahwa negara Indonesia perlu penataan kembali lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di industri Jasa Keuangan.

Sasaran Strategis OJK 
Dari latar belakang tersebut maka OJK memiliki sasaran strategis yaitu yang pertama mendorong kegiataan sektor jasa keuangan agar terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Kedua mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Terakhir melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dalam mencapai tujuannya, OJK mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional dan juga OJK diharapkan dapat menjaga kepentingan nasioanal, antara lain, SDM, pengelo9laan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.

Dari latar belakang dan bahkan sasaran strategis OJK tersebut yang menjadi perhatian utama adalah banyaknya permasalahan di sektor keuangan yang meliputi kegiatan penghimpunan dana dan pengelolaan investasi yang ilegal. Permasalan ini perlu dibahas secara khusus karena dikhawatirkan bila hal ini terus dibiarkan maka akan terjadi krisis moneter jilid dua. Kita bisa lihat pada krisis tahun 1997 penyebabnya adalah perilaku menyimpang sektor swasta (moral hazard), khususnya perbankan, lembaga pembiayaan dan dunia usaha yang memanfaatkan perbankan untuk membesarkan grup usahanya dengan menghiraukan masyarakat umum.situasi ini mengakibatkan kebijakan ekonomi yang menciptakan gap pendapatan dan lebih banyak memihak pada kelompok usaha tertentu. Bila kita uraikan satu persatu maka penyebab inti dari krisis 1997 adalah sistem pembiayaan, investasi, dan deregulasi yang buruk. 

Berikut beberapa fakta tentang kondisi krisis ekonomi  pada tahun 1997:
-Deregulasi sektor keuangan dan perbankan yang silih berganti yang merupakan deregulasi super bebas dengan pendirian bank-bank baru dan ekspansi kredit yang terkendali oleh bankir-bankir kelontong. Konsentrasi investasi pada proyek-proyek tertentu. Salah satu hal penting adalah prilaku dalam investasi properti yang tidak terbendung. Posisi pinjaman properti dibandingkan dengan kredit perbankan telah mencapai 30%. Kondisi tersebut diperparah dengan struktur pembiayaan yang timpang.

-Ekspansi kredit yang luar biasa cepat oleh perbankan tidak diimbangi dengan pertumbuhan dan kekuatan modal perbankan. Kerawanan perbankan dimulai dari kondisi rendahnya permodalan bank. Hampir seluruh proyek dibiayai pinjaman bank. Lebih kronis lagi, pembiayaan tersebut dilakukan bank-bank milik sendiri dan bank-bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang waktu itu lebih banyak membiayai proyek-proyek kroni dengan alih sebagai agent of development. Pendeknya tidak ada pengusaha besar di Indonesia yang tidak memulai bisnisnya dengan sokongan kredit dari bank-bank BUMN. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa telah terjaditekanan-tekanan politik terhadap perbankan, khususnya terhadap bank-bank BUMN.

Bagaimana keadaan masyarakat saat ini?
Kondisi masyakat tidak jauh berbeda ketika krisis 1997 silam. Kondisi masyakat yang greddy, ingin mendapatkan return tinggi tanpa menyadari resiko yaitu menghimpun dana dan pengelolaan investasi ilegal. contoh:
1.       program MLM yang legal
2.      partisipan dapat kentungan dengan merekrut partisipan baru
3.      janji keuntungan yang tidak masuk akal dalm waktu yang singkat
4.      memanfaatkan public figure (pemuka agama)
5.      ditawarka via media internet

Contoh beberapa kasus yang menjadi perhatian publik:
Gamasmart Karya Utama
Penawaran
-menggunakan pendekatan agama
-menampilkan kisah sukses peserta lama
-menggunakan metode mlm
Korban
-Total Nasabah 38.242 orang
-Profit nasabah: masyarakat yang belum paham tentang perdagangan berjangka forex
Produk
-Penghimpunan dana dalam bentuk simpanan, investasi sorek yang digabung dengan produk kesehatan
-Janji keuntungan 220% setiap  9 bulan
Pidana
Pidana Umum – Penipuan, penggelapan, & money laundring
Pidana Perbankan – bank umum tanpa ijin

Koperasi Langit Biru
Korban
-Total nasabah 127.718 orang
-Total investasi Rp 864 miliar

Penawaran
-Menyalahgunakan ijin usaha koperasi
-Ditawarkan melalui pengajian-pengajian
Produk
-Investasi Daging sapi dengan return 17-19% /bulan
Pidana
-Pidana Umum – Penipuan dan Penggelapan
-Pidana Perbankan – Bank Umum tanpa izin

Cahaya Forex Yogyakarta
Produk
-Penawaran Investasi kontrak berjangka atas valutas asing/forex dengan return  20%/ bln
Korban
-ID: 188.886
-Total Investasi Rp211,2 M
-Total profit Rp33,67M
Pidana
-Pidana Umum = Penipuan dan Penggelapan
-Pidana Perbankan = Perdagangan berjangka komoditi
Penawaran
-Ditawarkan Melalui Internet
-Menggunakan metode penawaran yang mirip MLM

  Lalu bagaimana investasi yang sehat?
Sebelum menganalisis bagaiman OJK  memecahkan permasalahan atas kegagalan ketika krisis 1997, maka kita perlu memahami apa dan bagaimana investasi itu dijalankan agar tidak terjadi hal yang sama. Kata investasi merupakan kata adopsi dari bahasa inggris, yaitu investment. Kata invest sebagai kata dasar dari investment mempunyai arti menanam.  Dalam kamus istilah pasar modal dan keuangan investasi diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan.jadi, pada dasarnya sama yaitu penempatan sejumlah kekayaan untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Untuk mencapai tujuan investasi, investasi membutuhkan suatu proses dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan tersebut sudah mempertimbangkan ekspetasi return yang didapatkan dan juga resiko yang akan dihadapi. Pada dasarnya ada beberapa tahapan dalam pengambilan keputusan investasi antara lain:
1.  Menentukan kebijakan investasi  
Kebijakan investasi meliputi penentuan tujuan investasi dan besar kekayaan yang akan diinvestasikan. Tujuan investasi harus dinyatakan baik dalam tingkat keuntungan (return) maupun risiko. Jumlah dana yang diinvestasikan juga mempengaruhi return dan risiko yang ditanggung. Di samping itu dalam proses investasi perlu dipertimbangkan preferensi risiko pemodal. Hal ini mempengaruhi jenis sekuritas yang dipilih untuk alokasi dana yang ada sehingga dapat diperkirakan distribusi dana pada berbagai instrumen yang tersedia. Dengan menentukan tujuan investasi dapat ditentukan pilihan instrumen investasi yang dilakukan. 
2. Melakukan analisis sekuritas
Analisis sekuritas berarti menilai sekuritas secara individual, dan untuk mengidentifikasi sekuritas digunakan dua filosofi berbeda, yaitu:
- Untuk sekuritas yang mispriced (harga terlalu tinggi atau terlalu rendah) dapat dengan analisis teknikal atau analisis fundamental.
- Untuk sekuritas dengan harga wajar, pemilihan sekuritas didasarkan atas preferensi risiko para pemodal, pola kebutuhan kas, dan lain-lain.
3. Membentuk portofolio  
Dari hasil evaluasi terhadap masing-masing sekuritas, dipilih aset-aset yang akan dimasukkan dalam portofolio dan ditentukan proporsi dana yang diinvestasikan pada masing-masing sekuritas tersebut. Ini dilakukan dengan harapan risiko yang harus ditanggung terkurangi dan portofolio yang menawarkan return maksimum dengan risiko tertentu atau minimum risiko dengan return tertentu dapat terbentuk.
4. Merevisi portofolio  
Revisi atas portofolio berarti merubah portofolio dengan cara menambah atau mengurangi saham dalam portofolio yang dianggap menarik atau tidak lagi menarik. Jika diperlukan, langkah ini dilakukan melalui pengulangan tiga tahap di atas
5. Evaluasi kinerja portofolio  
Evaluasi kinerja portofolio membandingkan kinerja yang diukur baik dalam return yang diperoleh maupun risiko yang ditanggung, terhadap portofolio benchmark atau pasar.

Yurisdiksi Penanganan Kegiatan Penghimpunan Dana dan Pengelolaan Investasi Ilegal
Kegiatan Penghimpunan dana dan   pengelolaan investasi sering lintas yurisdiksi atau dalam lingkup grey area. Ada Keterbatasan OJK dalam menangani kegiatan penghimpunan dana dan pengelolaan investasi ilegal.
Upaya yang dapat dilakukan OJK
1. Preventif
- Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai karakteristik kegiatan penghimpunan dana dan pengelolaan investasi ilegal.
- Sharing knowledge dengan penegak hukum dan regulator daerah
- Pada intinya Untuk memberikan perlindungan kepada konsumen, OJK harus siap secara preventif memberikan edukasi keuangan kepada masyarakat. Akan ada kegiatan sosialisasi dan edukasi dengan memasukkan materi kiat-kitat berinvestasi yang aman.
2. Represif
- Membantu melakukan upaya koordinatif antar instansi terkait untuk mempercepat proses penanganan. Namun ada hal yang perlu dipertimbangkan yaitu penanganan hanya dilakukan oleh masing-masing yurisdiksi yang berwenang dan yang paling terpenting adalah perlu upaya koordinatif dalam setiap penanganannya.

Pembentukan Satgas  Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana dan Pengelolaan Investasi
Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Pengelolaan Investasi dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada 20 Juni 2007 dan diperpanjang pada 19 Maret 2012. Anggotanya terbagi menjadi tiga yaitu bertindak sebagai regulator yang terdiri dari Bapepam-LK, Bank Indonesia, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementrian Perdagangan (Kemendag) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Selanjutnya yang bertindak sebagai Penegak hukum adalah kepolisian dan kejaksaan.  Terakhir menjadi supporting  adalah Kementrian  komunikasi dan informasi (Kemenkominfo). Dengan anggota seperti ini,  penanganan kasus yang beragam bisa langsung ditangani oleh instansi yang berwenang. Misalnya, jika usaha berbentuk online trading, yang berwenang adalah Kementerian Kominfo. Bila berbentuk koperasi, yang berwenang Kementerian Koperasi dan UKM. Tim Satgas terdiri dari para pejabat institusi-institusi di atas dengan jumlah anggota keseluruhan sebanyak 41 orang. Dan sebelumnya, Satgas melaporkan tentang pelaksanaan tugasnya kepada Ketua Bapepam-LK. Bila kasusnya murni pidana, kepolisian dan kejaksaan langsung menangani.

Alur Kerja Satgas
Tindakan yang telah dilakukan Satgas hingga sejauh ini
PENCEGAHAN
PENANGANAN
Seminar “Penipuan Berkedok Investasi” di 4 kota
Menerima 111 pengaduan dari masyarakat melalui media yang disediakan satgas
Penayangan Iklan “waspada investasi” melalui media cetak dan elektronik
Analisa dan investasi bersama atas kasus investasi ilegal
Penyediaan Informasi “Tips waspada investasi” melalui website satgas
Melimpahkan 4 kasus investasi ilegal kepada instansi yang berwenang
      
Kesimpulan
OJK sangat peduli dengan berbagai kasus investasi bodong yang banyak merugikan masyarakat belakangan ini, yang diawali dengan janji imbalan yang sangat tinggi dan di luar batas kewajaran. Peran Otoritas Jasa Keuangan yang mencakup edukasi dan sosialisasi sangat penting bagi upaya preventif kerugian masyarakat akibat penipuan dengan berkedok investasi yang belakangan ini sering muncul. Strategi yang dimilki oleh OJK pun sudah cukup matang, akan tetapi yang perlu diperhatikan secara khusus adalah peran satgas yang kurang optimal. Seharusnya OJK mulai memperbaiki peran Satgas Waspada Investasi untuk lebih meningkatkan perlindungan masyarakat terhadap produk-produk investasi keuangan. Memperbaiki peran satgas dapat dilakukan dengan berbagi cara yaitu:
1. Melakukan sosialisasi dan edukasi yang gencar terkait tentang investasi yang legal
2. Bersikap Transparansi atas data-data (draft) investasi ilegal sebagai “kiblat” masyarakat untuk berinvestasi
3. Menginventarisasi kasus-kasus investasi bodong
4.  Menganalisis kasus-kasus investasi bodong
5. Menghentikan atau menghambat maraknya kasusinvestasi bodong
6. Meningkatkan Koordinasi penanganan kasus dengan instansi terkait
7. Melakukan pemeriksaan secara bersama atas kasus investasi bodong

Referensi:
Buku
Huda, Nurul dan Mustafa EdwinNasution. 2008. Investasi pada Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana
Khan, Tariqullah.2008. Regulasi & Pengawasan Bank Syariah. Jakarta: Bumi Aksara
Marsuki. 2005. Analisis Sektor Perbankan, Moneter, dan Keuangan Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media
Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sekretariat Negara. Jakarta.
Turisman, teguh, dkk. 2007. 10 Tahun Krisis Moneter. Jakarta: InfoBank Publishing

Website Resmi

Seminar:
International Seminar  “Answering Welfare Throught Islamic Public Finance” pada acara Temu Ilmiah Nasional FoSSEI XII di Surakarta pada tanggal 28 Maret 2013
Oleh: Prof. Dr. Ilya Avianti, S.E., M.Si., Ak, CPA (Ketua Dewan Audit dan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan)

Sunday, April 7, 2013

Posted by Unknown On 8:38 PM

Kali ini kita akan membahas tentang salah satu instrumen yang cukup penting dalam Ekonomi Syariah yaitu instrumen zakat. Telah bersama kita ketahui bahwa potensi zakat di indonesia sampai tahun 2013 sangat besar yaitu sekitar 217 Triliun atau sebesar 3,4% dari PDB Indonesia. Mari kita lihat sebaran Potensi zakat tersebut :

ket: Potensi Zakat Rumah Tangga 38.11%, Potensi Zakat Industri 52.94%, Potensi Zakat BUMN 1.16%, Potensi Zakat Tabungan 7.83%.

Dapat kita lihat, bahwa Zakat Industri sangat Potensial dibandingkan dengan sumber-sumber Zakat lainnya dan menjadi satu permasalahan karena Zakat Industri hanya bisa di “tarik” oleh Organisasi Lembaga Zakat”. Sayangnya Organisasi Pengelolaan Zakat di Indonesia (OPZ) belum maksimal dijalankan. sehubungan dengan permasalahan ini maka kita akan membahas mengenai mekanisme OPZ di Indonesia. Penghimpunan zakat di Indonesia sendiri sudah mulai menerapkan sistem sentralisasi, berdasarkan UU N0.23 tahun 2011 bahwasanya BAZNAS selaku OPZ pusat bertugas untuk mengkoordinatori seluruh lembaga zakat yang sudah terdaftar.  Berikut kami sajikan data seputar BAZNAS yang kami peroleh dari Seminar Internasional di Surakarta dengan narasumber Dr. Irfan Syauqi Beik selaku Ketua IV DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) dan Professor Dr. Mohammed B. Yusoff dari International Islamic University Malaysia.
1.       Berapa banyak jaringan lembaga zakat yang sudah bekerja sama dengan BAZNAS ?
-          33 Provincial Boards of Zakat
-          240 City and Regency Boards of Zakat
-          18 National Private Zakat Institutions
-          19 Regional Zakat Partner Institutions
2.       Bagaimana pertumbuhan penghimpunan zakat nasional setiap tahunnya ?
Tahun
Jumlah       (Milyar Rupiah)
Pertumbuhan Tahunan (%)
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
68,39
85,28
150,09
295,52
373,17
740,00
920,00
1.200,00
1.500,00
1.730,00
2.200,00
-
24,70
76,00
96,90
26,28
98,30
24,32
30,43
25,00
15,33
27,17














3.  Bagaimana rencana strategi BAZNAS untuk memaksimalkan penghimpunan zakat di indonesia ?
BAZNAS memiliki proyeksi selama 5 tahun yaitu
          TAHUN PEMANTAPAN
          TAHUN PERCEPATAN
          TAHUN PERTUMBUHAN
          TAHUN KONSOLIDASI
          TAHUN FONDASI

Setelah sedikit banyak kami uraikan mengenai BAZNAS selaku Organisasi pusat maka kami merasa perlu untuk membahas Lembaga Amil Zakat Non-Pusat. Salah satu lembaga amil zakat yang akan telah kami wawancari yaitu “Dompet Dhuafa cabang provinsi Jawa Timur”. Berikut hasil wawancara kami bersama Bapak Usep Zainul Arif selaku kepala cabang dari Dompet Dhuafa cabang Jawa Timur :
1.       Berapa penghingpunan yang telah dicapai oleh Dompet Duafa?
Satu cabang dari Dompet Dhuafa dapat menghimpun dana zakat kisaran 10 s/d 50 juta
2.       Bagaimana penyaluran dana zakat tersesbut?
Dana yang terkumpul dari masing-masing cabang hanya disalurkan di daerah tempat penghimpunan dana. Program penyaluran dan tersebut diantaranya :
Kesehatan  : seperti operasi Katarak gratis, pengobatan gratis, dll
Sosial : bencana
Ekonomi : modal untuk pertanian dan peternakan
Pendidikan : dalam benruk beasiswa dll
3.       apa kendala-kendala dalam pelaksanaan penyaluran tersesbut?
Dari segi penerima manfaat : terkadang ada yang tidak kooperatif dan sulit diajak kompromi, Dari program : pemberdayaan peternakan terkadang  binatang terkena penyakit
4.       Bagaimana Struktur yang ada di DD?
Untuk struktur pengurus dari sebuah organisasi pengelola zakat  Semua lembaga hampir sama dari mulai pimpinan cabang sampai ke bawahannya
5.       Lembaga DD sekarang sudah tersebar ke berbagai daerah, lalu bagaimana hubungan antar cabang dari DD, dari penghimpunan dana sampai penyaluran dana? Apakah dana yang terkumpul disetor dulu ke DD pusat baru di bagi rata ke semua cabang atau diserahkan ke masing-masing cabang?
Cabang adalah perpanjangan dari pusat, semua aktivitasnya juga tidak lepas dari pusat. Namun walau begitu tidak menutup kemungkinan ada inovasi program tersendiri dari masing-masing cabang. Untuk dana zakat yang terkumpul diserahkan ke masing-masing cabang, hanya saja cabang DD wajib melaporkan data penghimpunan dan penyalurannya ke DD Pusat.
6.       Berkenaan dengan UU No 23 tahun 2011 yang telah disahkan, apa pengaruh yang dirasakan terhadap lembaga DD dan lembaga zakat pada umumnya?
UU tersebut berlaku seluruh indonesia, ada pembatasan aktivitas bagi yang tidak legal contoh : laz masjid, pesantren

Kesimpulan : Zakat di Indonesia menjadi sangat potensial dalam pengentasan kemiskinan bila saja antar lembaga zakat di Indonesia bisa berkoordinasi dengan baik.

Thursday, April 4, 2013

Posted by Unknown On 5:47 PM
Fiqh Muamalah : Syuf’ah
A. Ta’rif Syuf’ah dan hukumnya
Syuf’ah secara bahasa diambil dari kata syaf’, yang artinya pasangan. Syuf’ah adalah hal yang sudah dikenal oleh orang-orang Arab pada zaman Jahiliiyyah. Dahulu seseorang jika hendak menjual rumah atau kebunnya, maka tetangga, kawan serikat atau kawannya datang mensyuf’ahnya, dijadikannya ia sebagai orang yang lebih berhak membeli bagian itu. Dari sinilah disebut Syuf’ah, dan orang yang meminta syuf’ah disebut syafii’. Ada yang mengatakan, bahwa dinamakan syuf’ah karena pemiliknya menggabung sesuatu yang dijual kepada miliknya, sehingga menjadi sepasang setelah sebelumnya terpisah.
Syuf’ah menurut fuqaha (ahli fiqh) adalah keberhakan kawan sekutu mengambil bagian kawan sekutunya dengan ganti harta (bayaran), lalu syafii’  mengambil bagian kawan sekutunya yang telah menjual dengan pembayaran yang telah tetap dalam akad.
Syuf’ah ini tsabit (sah) berdasarkan As Sunnah dan Ijma’. Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, ia berkata,
قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالشُّفْعَةِ فِي كُلِّ مَالٍ لَمْ يُقْسَمْ فَإِذَا وَقَعَتْ الْحُدُودُ وَصُرِّفَتْ الطُّرُقُ فَلَا شُفْعَةَ
“Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menetapkan syuf’ah pada harta yang belum dibagi-bagi, ketika batasannya telah ditentukan dan jalan telah diatur, maka tidak ada lagi syuf’ah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
جَارُ الدَّارِ أَحَقُّ بِالدَّارِ
“Tetangga rumah lebih berhak dengan rumahnya.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Al Irwaa’ no. 1539).
Para ulama juga telah sepakat tentang tetapnya hak syuf’ah bagi sekutu yang belum melakukan pembagian pada sesuatu yang dijual, baik berupa tanah, rumah maupun kebun.
B. Hikmah syuf’ah
Hikmah disyari’atkan syuf’ah adalah untuk menghindari bahaya dan pertengkaran yang mungkin sekali timbul. Hal itu, karena hak milik syafii’ terhadap harta yang dijual yang hendak dibeli oleh orang lain menolak adanya madharat yang mungkin timbul dari orang lain tersebut. Imam Syafi’i lebih memilih bahwa bahaya tersebut adalah bahaya biaya pembagian, peralatan baru dsb. Ada yang mengatakan bahwa bahaya tersebut adalah bahaya tidak baiknya persekutuan.
Ibnul Qayyim berkata, “Di antara keindahan syari’at, keadilannya dan berusaha menegakkan maslahat hamba adalah mengadakan syuf’ah. Karena hikmah syari’ menghendaki dihilangkan madharrat dari kaum mukallaf semampu mungkin. Oleh karena serikat (bersekutu) itu biasanya sumber madharrat, maka dihilangkanlah madharrat itu dengan dibagikan atau dengan syuf’ah. Jika ia ingin menjual bagiannya dan mengambil ganti, maka kawan serikatnya itulah yang lebih berhak daripada orang lain, dapat menghilangkan madharat dari serikat itu dan tidak merugikan penjual, karena akan menghubungkan kepada haknya berupa bayaran. Oleh karena itu, syuf’ah termasuk di antara keadilan yang sangat besar dan hukum terbaik yang sejalan dengan akal, fitrah dan maslahat hamba.”
C. Objek syuf’ah
Objek syuf’ah adalah tanah yang belum dibagi-bagi, diikuti pula dengan apa yang ada di dalamnya berupa pepohonan dan bangunan. Jika tanahnya sudah dibagi-bagi, tetapi masih ada perlengkapan yang diserikati antara beberapa tetangga, seperti jalan, air, dan sebagainya, maka menurut pendapat yang shahih dari dua pendapat ulama bahwa syuf’ah tetap berlaku. Hal ini berdasarkan mafhum sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ketika batasannya telah ditentukan dan jalan telah diatur, maka tidak ada lagi syuf’ah.” Sehingga jika jalan belum diatur, maka syuf’ah masih berlaku.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah
قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالشُّفْعَةِ فِي كُلِّ مَالٍ لَمْ يُقْسَمْ فَإِذَا وَقَعَتْ الْحُدُودُ وَصُرِّفَتْ الطُّرُقُ فَلَا شُفْعَةَ
“Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menetapkan syuf’ah pada harta yang belum dibagi-bagi, ketika batasannya telah ditentukan dan jalan telah diatur, maka tidak ada lagi syuf’ah.
Syaikh Taqiyyuddin berkata, “Syuf’ah tetangga tetap berlaku ketika terjadi persekutuan dalam sebuah hak di antara hak-hak kepemilikan, seperti jalan, air, dan sebagainya. Hal ini disebutkan oleh Ahmad, dan dipilih oleh Ibnu ‘Aqil, Abu Muhammad dan lain-lain. Al Haritsi berkata, “Inilah yang harus dipegang dan di dalamnya terdapat sikap menggabung hadits-hadits yang ada.  Hal itu, karena tetangga tidaklah menghendaki adanya syuf’ah kecuali jika jalannya satu dan semisalnya. Di samping itu, syariat syuf’ah adalah untuk menolak madharat, dan madharat itu biasanya terjadi ketika ada percampuran pada sesuatu yang dimiliki, atau dalam hal jalan dan semisalnya.”
D. Syuf’ah bagi kafir dzimmiy
Sebagaimana syuf’ah berlaku bagi setiap muslim, maka berlaku juga bagi kafir dzimmiy menurut jumhur fuqaha’. Namun menurut Imam Ahmad, Al Hasan dan Asy Sya’biy, bahwa syuf’ah tidak berlaku bagi dzimmiy berdasarkan hadits riwayat Daruquthni dari Anas secara marfu’:
لاَشُفْعَةَ لِنَصْرَانِيٍّ
“Tidak ada sytuf’ah bagi orang nasrani.” (Al Haitsamiy dalam Al Majma’ berkata, “Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Ash Shaghiir, dan dalam sanadnya terdapat Na’il bin Najih, ia ditsiqahkan oleh Abu Hatim dan didha’ifan oleh yang lain.” Di antara yang mendha’ifkannya adalah Al Hafizh Ibnu Hajar dan Adz Dzahabi).
E. Meminta izin kepada kawan sekutu ketika hendak menjual
Bagi kawan sekutu wajib meminta izin kepada kawan sekutunya yang lain sebelum dilakukan penjualan. Jika ternyata langsung dijual tanpa izinnya, maka dia lebih berhak daripada yang lain. Tetapi jika kawan sekutunya mengizinkan dijual (kepada yang lain) dan berkata, “Saya tidak butuh terhadapnya,” maka setelahnya kawan sekutu tidak dapat menuntut lagi. Inilah ketetapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir ia berkata:
قَضَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالشُّفْعَةِ فِى كُلِّ شِرْكَةٍ لَمْ تُقْسَمْ رَبْعَةٍ أَوْ حَائِطٍ. لاَ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَبِيعَ حَتَّى يُؤْذِنَ شَرِيكَهُ فَإِنْ شَاءَ أَخَذَ وَإِنْ شَاءَ تَرَكَ فَإِذَا بَاعَ وَلَمْ يُؤْذِنْهُ فَهْوَ أَحَقُّ بِهِ.
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menetapkan syuf’ah dalam semua persekutuan yang belum dibagi; baik rumah maupun kebun, tidak halal bagi seseorang menjualnya sampai memberitahukan kawan sekutunya. Jika ia mau, ia berhak mengambil dan jika mau, ia berhak ditinggalkan. Apabila dijual, namun belum memberitahukannya, maka ia lebih berhak terhadapnya.”
Dari Jabir juga ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ شَرِيكٌ فِى رَبْعَةٍ أَوْ نَخْلٍ فَلَيْسَ لَهُ أَنْ يَبِيعَ حَتَّى يُؤْذِنَ شَرِيكَهُ فَإِنْ رَضِىَ أَخَذَ وَإِنْ كَرِهَ تَرَكَ
“Barang siapa yang memiliki bagian pada sebuah rumah atau pohon kurma, maka ia tidak berhak menjualnya sampai memberitahukan kawan sekutunya. Jika ia suka, ia berhak mengambilnya dan jika ia tidak mau, maka ia tinggalkan. (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan tidak halalnya melakukan penjualan sebelum ia tawarkan kepada kawan sekutunya.
Ibnu Hazm berkata, “Tidak halal bagi seorang yang memiliki hal itu langsung menjualnya sampai ia tawarkan kepada sekutunya atau para sekutunya. Jika sekutunya mau mengambilnya dengan harga seperti orang lain, maka sekutu lebih berhak. Jika ternyata ia tidak mau (membelinya), maka gugur haknya dan ia tidak berhak lagi setelahnya apabila telah dijual kepada pembelinya. Tetapi, jika ia belum menawarkan (kepada kawan sekutu) seperti yang telah kami terangkan, ia pun langsung menjual kepada selain kawan sekutu, maka sekutunya berhak khiyar antara meneruskan jual beli itu atau membatalkannya dan mengambil bagian itu untuk dirinya dengan harganya.”
Ibnul Qayyim berkata, “Haram bagi sekutu menjual bagiannya sampai diizinkan kawan sekutunya. Jika ternyata dijual tanpa izinnya, maka ia lebih berhak, namun jika diizinkannya untuk dijual dan kawan sekutunya itu mengatakan, “Saya tidak perlu lagi pada bagian ini,” maka sekutu ini tidak bisa lagi menuntut setelah dijual. Ini adalah konsekwensi hukum syara’ dan tidak ada penentangnya dari sisi (apa pun), dan inilah yang benar sekali.”
Apa yang dikatakan Ibnul Qayyim di atas, yakni bahwa syuf’ah menjadi gugur ketika pemilik syuf’ah menggugurkannya sebelum dilakukan jual beli merupakan salah satu di antara dua pendapat dalam masalah ini, adapun menurut yang lain, dimana ini adalah pendapat jumhur, bahwa syuf’ah tidaklah gugur dengannya, dan izin menjualnya tidaklah membatalkannya, wallahu a’lam.
Sebagian ulama, di antaranya adalah ulama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa perintah tersebut hanyalah sebagai anjuran. Imam Nawawi berkata, “Hal itu menurut kawan-kawan kami menunjukkan sunat untuk memberitahukannya dan makruhnya dijual sebelum diberitahukan, namun tidak haram.”
F. Usaha helat (mencari celah) untuk menggugurkan syuf’ah
Tidak diperbolehkan mencari celah untuk menggugurklan syuf’ah, karena perbuatan tersebut membatalkan hak seorang muslim. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah secara marfu’:
لاَ تَرْتَكِبُوْا مَا ارْتَكَبَ الْيَهُوْدُ فَتَسْتَحِلُّوْا مَحَارِمَ اللهِ بِأَدْنَى الْحِيَلَ
“Janganlah kalian melakukan seperti yang dilakukan orang-orang yahudi, sehingga mereka menghalalkan apa yang dilarang Allah dengan celah yang kecil.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu ‘Abdillah Ibnu Baththah. Menurut Ibnu Katsir, isnadnya adalah jayyid, salah seorang perawinya yaitu Ahmad bin Muhammad bin Muslim ditsiqahkan oleh Abu Bakar Al Baghdadiy, sedangkan perawinya yang lain masyhur sesuai syarat shahih, wallahu a’lam, lihat tafsir Ibnu Katsir pada surat Al Baqarah: 66).
Ini pula madzhab Malik dan Ahmad. Sedangkan Abu Hanifah dan Imam Syafi’I membolehkan helat.
Namun madzhab kami bahwa helat dalam syuf’ah adalah haram berdasarkan hadits di atas. Syaikh Shalih Al fauzan berkata, “Syuf’ah adalah hak syar’i,  wajib dimuliakan dan haram mencari celah untuk menggugurkannya, karena syuf’ah itu disyari’atkan untuk menolak bahaya yang menimpa kawan sekutu. Oleh karena itu, jika dicari celah untuk menggugurkannya, maka ia akan mendapatkan bahaya dan sama saja melampaui haknya yang masyru’ (disyari’atkan). Imam Ahmad berkata, “Tidak boleh satu pun mencari celah (helat) untuk membatalkan syuf’ah dan membatalkan hak seorang muslim.”
Di antara helat yang kadang dilakukan untuk menggugurkan syuf’ah adalah menampakkan bahwa ia telah menghibahkan bagiannya kepada orang lain, padahal sebenarnya telah menjualnya. Termasuk juga helat untuk membatalkan syuf’ah adalah menaikkan harga secara zhahir, sehingga kawan sekutunya tidak bisa membayarnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tindakan apa saja yang diketahui di atas dasar helat (cari celah) untuk menggugurkan syuf’ah, maka ini batal dan hakikat akad itu tidaklah berubah dengan berbedanya ungkapan.”